SEJARAH PERADABAN ISLAM

 "WALISONGO DAN KIPRAH 3 DATUK SULSEL"

DEFENISI WALISONGO

Walisongo berasal dari dua kata yaitu “Wali” dan “Songo”. Perkataan “Wali” sendiri berasal dari bahasa Arab yaitu “Walaa” atau “Waliya” yang mengandung arti “Qaraba” yaitu dekat, yang berperan melanjutkan misi kenabian. Sementara kata “Songo” berasal dari bahasa Jawa yang berarti “Sembilan”. Beberapa versi mengatakan bahwa kata Songo berasal dari kata “Sana” yang berarti “tempat”.

“Walisongo” adalah sembilan intelektual yang menjadi tokoh terpenting dalam gerakan pembaharuan di Tanah Jawa”.

TOKOH-TOKOH WALISONGO


1. MAULANA MALIK IBRAHIM

Beliau keturunan Arab,berasal dari Turki.Datang ke Jawa Timur tahun 1379,meninggal tahun 1419,dan dimakamkan di Gresik.Selain menguasai ilmu-ilmu agama secara mendalam dan sempurna,Maulana Malik Ibrahim juga ahli dalam bidang tatanegara.

Penyebaran Islam secara halus,tidak menentang adat istiadat penduduk asli yang masih memeluk agama Hindu ataupun Buddha.Beliau melakukan dakwah di Pulau Jawa bagian timur.

2. SUNAN AMPEL

Sunan Ampel berasal dari Jeumpa,Aceh,dengan nama kecil Raden Ahmad Ali Rahmatullah atau lebih dikenal dengan Raden Rahmad.Beliau datang ke Jawa pada tahun 1421 M,menggantikan Maulana Malik Ibrahim yang wafat tahun 1419 M.

Beliau mendirikan pesantren di Ampel Denta,Surabaya.Sunan Ampel juga ikut mendirikan Masjid Agung Demak pada tahun 1479 dan merupakan salah seorang perencana berdirinya kerajaan Islam Demak.Sunan Ampel dimakamkan di Ampel Surabaya.

3. SUNAN DRAJAD

Sunan Drajad adalah putra Sunan Ampel,lahir di Surabaya,dengan nama kecil Raden Qosim.Beliau pencipta gending pangkur,dan penyebar Islam yang berjiwa sosial dan dermawan.Sunan Drajad dimakamkan didaerah Lamongan.

4. SUNAN BONANG

Sunan Bonang adalah putra Sunan Ampel,lahir di Surabaya tahun 1465,dengan nama kecil Raden Makdum. Sunan Bonang wafat tahun 1525,dimakamkan di Tuban.  Beliau pencipta gending Durma.

5. SUNAN GIRI

Syekh Maulana Ainul Yakin,dengan nama kecilnya Raden Paku,adalah Putra Syekh Maulana Ishak yang mendirikan pesantren di Giri,sehingga lebih populer dengan sebutan Sunan Giri.Sunan Giri menyebarkan agama Islam tidak hanya di Jawa,tetapi juga ke pulau-pulau sekitar Jawa Timur,bahkan sampai Maluku.Beberapa Kyai dari Giri diundang ke Maluku untuk menjadi guru-guru agama.Sunan Giri adalah pencipta Gending Asmaradana dan Gending Pucung.Beliau pencipta permainan anak-anak yang berjiwa Islam,seperti Ilir-Ilir,Jamuran,dan Cublak-cublak Suweng.

6. SUNAN KALIJAGA

Nama kecilnya Raden Mas Syahid.Beliau lahir di Tuban,Jawa Timur,sebagai putra Tumenggung Sahur Wilatikta,Adipati Tuban.Beliau adalah seorang Wali,mubalig,pejuang,pujangga,dan filsuf yang berjiwa besar.Beliau menyiarkan agama islam melalui cerita Wayang.Sunan Kalijaga dimakamkan di Kadilangu,dekat Demak.

7. SUNAN KUDUS

Nama kecil Sunan Kudus adalah Sayyid Ja’far Sodiq,berasal dari Palestina.Beliau datang ke Jawa pada tahun 1436 M.Daerah penyebaran Islam di Pesisir Jawa Tengah.Beliau seorang pujangga,pandai mengarang,pencipta Gending Mas Kumambang dan Gending Mijil.Pernah jadi Senapati Kerajaan Islam Demak.

8. SUNAN MURIA 

Sunan Muria adalah putra Sunan Kalijaga,dengan nama kecil Raden Umar Said.Beliau ikut mendirikan Masjid Demak dan ikut membantu berdirinya Kerajaan Islam          Demak. Beliau menciptakan Gending Sinom dan Gending Kinanti untuk kepentingan dakwah.Beliau Wafat dan dimakamkan di Puncak Gunung Muria.

9. SUNAN GUNUNG JATI

Syarif Hidayatullah atau lebih popular dengan sebutan Sunan Gunung Jati,berasal dari Palestina.Datang ke Pulau Jawa pada tahun 1436 M.Beliau mempunyai nama sangat banyak,antara lain Fatahillah,Muhammad Nurrudin,Faletehan,Syah Nurullah,Makhdum Jati,dan Makhdum Rakhmatullah.Beliau diangkat sebagai panglima perang kerajaan Demak dan ditugaskan di Jawa Barat.Beliau mendirikan kesultanan Banten dan kesultanan Cirebon.Sunan Gunung Jati wafat dan dimakamkan di Gunung Jati Cirebon.

 

KIPRAH 3 DATUK DI SULAWESI-SELATAN

Datuk Ri Bandang yang bernama asli Abdul Makmur dengan gelar Khatib Tunggal adalah seorang ulama dari Koto Tangah, Minangkabau 

Datuk ri Bandang dan temannya yang lain ketika tiba di Makassar, tidak langsung melaksanakan misinya, tetapi lebih dahulu menyusun strategi dakwah. Mereka menanyakan kepada orang-orang Melayu yang sudah lama bermukim di Makassar tentang raja yang paling dihormati. Setelah mendapat penjelasan, mereka berangkat ke Luwu untuk menemui Datuk Luwu, La Patiware Daeng Parabu. Datuk Luwu adalah raja yang paling dihormati,

Datuk ri Bandang yang dikenal sebagai ahli fikih bertugas untuk menghadapi masyarakat Gowa dan Tallo yang masih kuat berperang kepada tradisi lama, seperti penjudian, minum ballo’ (tuak), dan sabun ayam. Dalam menghadapi masyarakat demikian, metode dakwah yang dipakai Datuk ri Bandang lebih menekankan pada masalah pelaksanaan hukum syariat.

 

Datuk ri Tiro, bernama asli Nurdin Ariyani/Abdul Jawad, dengan gelar Khatib Bungsu adalah seorang ulama dari Koto TangahMinangkabau yang menyebarkan agama Islam ke kerajaan-kerajaan di Sulawesi Selatan 

Datuk ri Tiro bertugas di daerah Tiro, Bulukumba, dengan lebih menekankan pada ajaran tasawuf, sesuai kondisi masyarakat yang dihadapinya, yaitu masyarakat yang masih teguh berpegang kepada masala-masalah kebatinan, sihir dengan segala mantranya. Masyarakat Tiro memiliki kegemaran dalam menggunakan kekuatan sakti (doti) untuk membinasakan musuh. Masyarakat demikian, menurut Datuk ri Tiro, akan lebih berhasil jika dilakukan pendekatan tasawuf.

 

Datuk Pattimang atau Datuk Sulaiman dan bergelar Khatib Sulung adalah seorang ulama dari Koto TangahMinangkabau

Datuk Patimang, bertugas di Kerajaan Luwu yang masyarakatnya masih kuat berpegang kepada kepercayaan lama, seperti Dewata Seuwae. Datuk Patimang memperkenalkan ajaran tauhid yang sederhana dengan mengemukakan sifat-sifat Tuhan, seperti sifat wajib, sifat mustahil dan sifat ja’iz bagi Tuhan. Penekanan pada ajaran tauhid ini dimaksudkan untuk mengganti kepercayaan Dewata Seuwae menjadi keimanan kepada tauhid, yaitu Allah Yang Maha Esa.

 

SAKSI PENYEBARAN AGAMA ISLAM KETIGA DATUK

1.      Datuk Tellue berasal dari Minangkabau, Sumatera Barat, dan tinggal di Sulawesi Selatan hingga akhir hayat.

Setelah tiba di Makassar, mereka rupanya tak langsung melakukan aktivitas syiar Islam. Pengamatan dan pembacaan kondisi masyarakat dan politik kerajaan di Sulsel waktu itu jadi hal utama. Beberapa keterangan diperoleh, antara lain Datuk Luwu adalah raja paling dihormati sebab posisi Kerajaan Luwu sebagai kerajaan tertua dan disebut sebagai asal leluhur para raja-raja di Sulawesi Selatan. Sementara yang paling kuat adalah Raja Gowa dan Raja Tallo.

Berbekal informasi tersebut, mereka kemudian berangkat ke Luwu untuk menemui sang Datuk Luwu yang berkuasa waktu itu, La Patiware Daeng Parabu dengan gelar Petta Matinroe' ri Malangke (1587-1615). Menurut naskah Lontara Wajo, sang petinggi Luwu kemudian memeluk agama Islam pada 15 Ramadan 1013 H atau tahun 1603.

Tak lama kemudian, menyusul para petinggi dari Kerajaan Gowa-Tallo, salah satunya Raja Tallo, yakni I Malingkaan Daeng Mayonri (1539-1623), sang raja keenam. Ia kemudian digelari Sultan Abdullah Awalul Islam oleh ketiga Datu', sekaligus menjadikan Islam sebagai agama resmi sejak 1605.

 

2.      Masjid Katangka di Gowa jadi saksi bisu penyebaran agama Islam oleh ketiga Datuk.

Setelah para petinggi dari dua kerajaan berpengaruh di Sulsel memeluk agama Islam, para datuk itu kemudian berpencar, membagi tempat dakwah menurut kondisi sosial dan kemampuan mereka. Hal tersebut dikemukakan dalam buku Sistem Nilai Islam dalam Budaya Bugis-Makassar yang ditulis oleh Abdullah Hamid, salah satu peneliti dan sejarawan yang fokus terhadap dinamika masyarakat lokal Sulsel.

Datuk ri Bandang yang ahli ilmu hukum dan syariat Islam bertugas di wilayah Gowa-Tallo. Waktu itu, masyarakatnya masih kerap melakukan judi, minum ballo' (minuman keras tradisional) dan sabung ayam.

Datuk Pattimang yang ahli tauhid atau konsep keesaan bertugas di Luwu lantaran masyarakatnya masih memegang sistem kepercayaan lama yakni menyembah Dewata Seuwae. Datuk Pattimang disebut mengajarkan hal-hal sederhana seperti sifat-sifat Tuhan. Datuk ri Tiro yang menguasai ilmu tasawuf atau sufisme bertugas di Bulukumba, bagian selatan. Waktu itu, masyarakatnya masih percaya terhadap hal-hal berbau kebatinan dan sihir. Sebuah riwayat menyebut jika Datuk ri Tiro mengakhiri masa kekeringan di wilayah tersebut dengan memunculkan mata air usai menancap tongkatnya ke tanah.

 

3.      Pemkab Bulukumba mengabadikan Datuk ri Tiro dalam nama Islamic Centre sebagai bentuk penghormatan atas jasanya. Ketiganya menetap di Sulawesi Selatan hingga mengembuskan napas terakhir. Makam Datuk ri Bandang berada di Jalan Sinassara, Kecamatan Tallo, Makassar. Datuk Pattimang wafat di Desa Pattimang, Luwu. Sementara pusara Datuk ri Tiro dapat dijumpai di Kelurahan Eka Tiro, Kecamatan Bonto Tiro, Bulukumba.

Atas jasa menyebarkan Islam di Sulsel, masyarakat Bugis menggelari ketiganya Datuk Tellue sementara orang Makassar menyebut Datuk Tallua. Makam mereka ramai dikunjungi para peziarah yang datang memberi penghormatan. Setelah ketiganya mangkat, Islam menyebar lebih luas di Pulau Sulawesi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

GERUNDS